Kolecer, Permainan Tradisional yang Hampir Punah



Oleh: Hadi Ibnu sabilillah (Pernah terbit di Sinarjabar.com)

Kolecer, seperti itu orang sunda menyebutnya yang dalam bahasa Indonesia berarti Kincir Angin ini dibuat dengan bahan sederhana seperti kayu dan bambu. Meskipun terlihat mudah membuatnya tapi ternyata sangat sulit untuk membuat keseimbangan bambu yg di serut menjadi tipis itu. hingga berputar kencang ketika di hantam angin dan mengeluarkan bunyi irama khasnya.

Permainan tradisional yang satu ini, begitu saya melihat di antara mainan tradisional yang terpublikasi lainnya, mungkin sudah terlihat tanda-tanda akan punah, karena anak-anak hari ini di sibukan deng game handphonenya. atau memang mainan ini berada di pedalaman yang sulit orang mengenal mainan tersebut? Disetiap daerah pasti ada apalagi di daerah dataran tinggi.

Seperti Wanayasa namanya, kecamatan yang sangat strategis dan masih mentradisikan permainan- permainan tradisional setiap musimnya, salah satunya fenomena kolecer (kincir angin) yang sekarang sedang ramai-ramainya di mainkan dari anak kecil, bapak”, ibu” hingga tokoh” yang ada di perdesa’an Banyak warga di daerah wanayasa, bojong dan kiarapedes yang memasang kolecer di pekarangan rumah, sawah maupun pinggir jalan desa, hingga memaksakan diri memainkan nya menggunakan sepedah bila tidak ada angin, Apabila angin sedang besar maka terdengar gemuruh dari baling-baling tersebut, hobi yang digemari oleh sebagian banyak warga tersebut sangat kreatif dari kalangan muda sampai tua serentak saling mengajarkan membuat kolecer dari ukuran kecil sampai ukuran besar.

Salah satu pengrajin kolecer desa nagrog, Kurniawan (42) . Menurutnya mainan tradisonal ini adalah salah satu kekayaan indonesia yg mana harus kita lestarikan dan ajarkan kepada anak-anak kita, sehingga dari zaman ke zaman permainan ini tidak punah, dan harus kita ketahui bahwa orang jepang itu sangat aneh melihat permainan ini katanya (orang jepang), naroh mesinnya dimana yah.?” Ujar kurniawan, didalam guyonannya.

Permainan tradisional ini menjadi fenomena yang memikat mata dan telinga, di suguhi denga gagahnya gunung burangrang, bercikan air yg mengalir Dan suara irama kolecer menjadi bukti bahwa telah datang angin tradisional,
Selamat menikmati syurganya purwakarta

(26, Januari 2017)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi puisi "Takut 66, Takut 98" Karya "Taufik Ismail", Sumber energi bagi mahasiswa

SITUS CANDI CIBUAYA