Ngobrolin Perfilman Bareng Om Yudi


Oleh : Hadi Ibnu sabil

Minggu, hari libur yang begitu sakral di kalender pemerintahan republik indonesia dengan di tandai warna merah sebagai hari libur nasional bagi seluruh aktifitas  baik akademisi, perusaan maupun kalangan birokrasi, tapi tidak menjadi hari libur bagi mereka yang bergulung di pasar tradisional, di kalangan pemulung sampah, dikalangan pekerja ojek kendaraan dan lain sebagainya, tapi itu menjadi sesuatu yang biasa  bagi mereka karena dituntut oleh kebutuhan hidup yang harus masing-masing mereka cukupi.

Begitupun otak yang kita miliki tidak pernah libur dalam aktifitas kita setiap hari, yaa meski pada malam hari tidur, namun otak masih bekerja dalam membuat cerita mimpi, otak kita yang setiap detiknya mengakses, memfilter, menggagas, mengontrol, menangkap sesuatu yang tidak pernah merasa cukup untuk dipenuhi, dengan melalui mata menangkap segala gambar dan merekam segala kejadian.

Pada hari ini (Minggu 05/11/2017) aku dan kawan kawan komunitas mengajak kang  yudi untuk menjadi narasumber dalam obrolan obrolan santai pada  program mingguan yang di gagasan oleh temen-temen kopel purwakarta dengan seruan “Ngobrolin Perfilman”, hadir pula kang rezza dan kang piqoy, serasa sangat lengkap dihadiri oleh dua seniman muda ini dengan latar belakang keahlian yang berbeda satu di videography dan satunya lagi di seni rupa hingga  sudut pandangnya masing-masing menambah pariasi obrolan santai kita pada hari ini.

Hal yang rumit ketika kita berbicara tentang perfilman, mendengarkan paparan  kang yudi dalam proses pembuatan sebuah produksi film secara sudut pandang profesional. Yakni Pra produksi,produksi dan pasca produksi menjadi obrolan yang membuat mudah mudah susah dalam membuat sebuah film.  Terlihat dari raut  wajah seorang bagus iriandi yang sangat aktif memproduksi film yang super kritis. Yaaa bagaimana tidak? Memproduksi film bukan hanya sekedar kita merekam segala sesuatu gerakan tubuh saja atau merekan segala suasana yang ada. Bahkan menurut kang rezza “ Gerakan kamerapun harus ada artinya”, haha... semakin menantang saja obrolan ini.

Lagi lagi tentang pesan dan kepekaan, hal yang pertama dalam memproduksi sebuah film adalah ide dan menuangkannya kedalam tulisan yang berbentuk skrip dan di proses dengan melalui editor, rexy, survai kelapangan, unit production dan lain sebagainya, tanyakan saja langsung nanti ke kang yudi, supaya lebih jelas. Menurut saya film menjadi provokator pertama dalam merubah mindset otak/pikiran/karakter manusia , setelah tulisan dan lingkungan. Seperti apa yang dikatakan oleh bagus ketika masyarakat  menonton film “5 cm”, seketika banyak orang yang suka mendaki gunung, lalu ramai  film “Filosofi kopi” seketika banyak orang yang mendadak menjadi pecinta kopi atau barista.

Produksi film bukan hal-hal yang sedemikian gampang, melalui kepekaan lingkungan, sosial, budaya yang hari ini hampir punah, itu bisa melahirkan sebuah ide film, seperti yang dikatakan oleh kang pikoy juga. Anak  kecil hari ini tidak ada yang hafal lagu-lagu tradisional ataupun lagu-lagu kanak-kanak yang dulu populer di kalangan kelahiran 1990 kebawah, kita bisa membuat film dengan adegan adegan yang membantu mengalihkan dunia mereka ke zaman kebiasaan anak-anak kelahiran 90’an kebawah. Yang hari ini memang sangat sulit untuk melepas dari gadget, mau tidak mau kita harus mengikuti arus zaman, tapi sepintarnya kita menggunakan gadget pasti ada rasa penasaran yang tidak akan bisa  terlepas dari menggenggam gadget itu. Ujar kang pikoy

Kang pikoy dalam mimik mukanya yang santai itu melanjutkan obrolannya, itu adalah  isu yang bisa melahirkan ide untuk membuat sebuah film yang mengkritisi. Kang pikoy ini sangat luar  biasa sekali lensa analisa matanya, aku sempat bingun ternyata di indonesia ini masih banyak orang-orang yang peduli akan masa depan  generasi bangsanya, tidak seperti apa yang saya pikirkan tentang segala berita yang ada di televisi. Berita tentang orang-orang yang korupsi, demo, adu politik, radikalisme, FTV, sinetron dan lain sebagainya, sangat merusak mindset generasi Gen Z/Milenial bangsa ini.

Ngomong-nghomong pembahasan perfilman ini sangat melebar kemana-mana. Wajar saja ini baru prolog  supaya merangsang semangat kita dalam membentuk karakter memproduksi sebuah film.

Pernah tidak pembaca menyadari bahwa hari ini masyarakat lebih memilih melihat berita dari gambar yang bergerak?, setelah koran yang sudah kurang dilirik, lalu berita media online yang sangat viral hari-hari ini  namun karena banyak kebohongan/hoax dari berbagai oknum. Masyarakat hari ini lebih memilih berita gambar bergerak, yaaaa sebut saja film pendek, pichture, documenter dan liputan pendek yang memberikan pesan atau kabar berita.



Artinya ini adalah sebuah lirikan sekaligus perubahan  pada masyarakat tentang minat penangkapan suatu gambar yang memberikan pesan. Selain gambar foto yang mengabadikan waktu, ternyata film mempunyai esensi yang sangat mendalam bagi penikmatnya. Karena menghadapi perubahan zaman yang pesat ini kita hanya bisa menyelamatkan masyarakat- genereasi zaman now, melalui karya karya yang mengandung pesan.

pesan kang yudi, jika ingin memproduksi sebuah film jangan lupa perbanyak menonton film, membaca buku, mendengarkan musik dan berintraksi dengan lingkungan masyarakat sekitar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Refleksi puisi "Takut 66, Takut 98" Karya "Taufik Ismail", Sumber energi bagi mahasiswa

SITUS CANDI CIBUAYA

Literasi Puisi Ramadhan